Dirilis

20 Desember 2023

Penulis

Farraas Afiefah Muhdiar, M.Sc., M.Psi. (Tim Arsanara Development Partner)

Ketika anak berusia kamdi atas 3 tahun, orang tua mungkin mulai menyadari munculnya perilaku berbohong pada anak. Misalnya, anak mengatakan bahwa bukan ia yang merusak benda atau menumpahkan air, padahal jelas-jelas ia yang melakukannya; atau berkata bahwa hari ini ia belum menonton TV, padahal sudah menonton atas izin orang dewasa yang lain. Wajar bila orang tua merasa kecewa dan khawatir, karena perilaku berhobong tidak sejalan dengan nilai sosial dan agama. 

Akan tetapi, jika perilaku berbohong dilakukan oleh anak balita, perilaku ini sebenarnya lebih menunjukkan kematangan kognitif daripada masalah moral, karena anak usia balita belum benar-benar memahami implikasi moral di balik perilakunya.

Anak yang mampu berbohong sebenarnya menunjukkan kemampuan theory of mind yang sudah berkembang. Theory of mind merupakan kemampuan untuk memahami bahwa setiap orang memiliki perasaan, pikiran, dan kondisi mental yang berbeda. Sebelum memiliki theory of mind, anak biasanya beranggapan bahwa orang lain akan memikirkan apa yang ia pikirkan, dan mengetahui apa yang ia ketahui. Anak misalnya, bisa saja menunjuk buku yang ia baca, seolah-olah orang tua juga bisa melihatnya; padahal orang tua sedang duduk jauh dari anak. 

Ketika mulai memiliki theory of mind, anak akhirnya memahami bahwa tidak semua hal yang ia ketahui, diketahui pula oleh orang lain. Akhirnya, anak mulai mencoba untuk berbohong untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau menghindari apa yang membuatnya tidak nyaman (misalnya menghindari amarah orang tua). 

Meskipun berbohong sangat wajar dilakukan oleh anak, bukan berarti orang tua perlu membiarkan perilaku ini begitu saja. Orang tua tetap perlu mengajarkan ke anak mengenai batasan-batasan perilaku sesuai dengan norma-norma keluarga, agar perilaku berbohong yang dilakukan anak tidak menjadi kebiasaan hingga dewasa. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong kejujuran anak:

  1. Mencontohkan perilaku jujur di depan anak. Pastikan orang tua konsisten dalam menerapkan aturan dan tidak membohongi anak, meskipun dalam hal yang sederhana. Ketika menjanjikan sesuatu, usahakan untuk selalu menepatinya. Hal ini akan menunjukkan ke anak bahwa kejujuran adalah nilai yang penting di dalam keluarga. 
  2. Cegah anak untuk berbohong dengan merespons kesalahan anak dengan tenang. Misalnya, ketika anak menumpahkan susu, tidak perlu bertanya, “siapa yang menumpahkan susunya?”. Lebih baik langsung berkata, “Ayah/Ibu lihat kamu menumpakan susu, ya? Ayo kita bersihkan bersama-sama.”
  3. Saat anak menceritakan kesalahannya dengan jujur, pastikan orang tua tidak langsung memarahi anak, tetapi mengapresiasi kejujurannya terlebih dahulu. Tentu saja orang tua boleh memberikan arahan selanjutnya, tetapi penting sekali untuk menunjukkan bahwa kejujuran adalah sesuatu yang berharga. Jangan sampai anak merasa bahwa kejujuran justru hanya akan membuatnya menderita. 
  4. Mengajarkan ke anak bahwa kesalahan adalah hal yang wajar dilakukan dalam proses belajar, dan semua hal bisa diperbaiki. Mengajarkan anak bahwa ketidaksempurnaan adalah hal yang pasti terjadi, bisa mengurangi keinginan anak untuk berbohong demi menutupi kesalahannya. 
  5. Ajarkan ke anak bahwa tidak ada rahasia di antara anak dan orang tua; yang ada hanyalah kejutan (surprise). Kebiasaan ini dapat melindungi anak dari kekerasan/kejahatan yang ia terima dari orang lain. 
  6. Merespons kebohongan anak dengan tenang dan tidak memarahi anak berlebihan, khususnya jika anak masih berusia balita. Respons yang berlebihan mungkin saja dipersepsikan anak sebagai bentuk perhatian yang justru dapat meningkatkan kemunculan perilakunya. Hindari juga memberikan label “pembohong” atau “tukang bohong” yang justru malah berpotensi mji
  7. Jika anak terus berbohong dengan tingkatan yang lebih tinggi (berhobong untuk hal-hal yang besar dan berpotensi merugikan orang lain), evaluasi secara menyeluruh mengapa anak merasa berbohong adalah strategi yang efektif. Apa kira-kira yang dikhawatirkan anak sehingga ia tidak merasa nyaman untuk bersikap jujur. Orang tua juga bisa berkonsultasi lebih lanjut dengan psikolog untuk mendapatkan saran yang objektif dan komprehensif, sesuai dengan kondisi keluarga.


Itulah beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk mendorong kejujuran anak. Yuk sobat Daya, mari terapkan pola asuh yang terbaik untuk anak-anak Anda.  

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Artikel : Berbagai sumber

Foto : freepik.com

Penilaian :

4.9

14 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Qodri Perdana

13 Januari 2024

nice article

Balas

. 0

Qodri Perdana

13 Januari 2024

nice article

Balas

. 0

Ardhan Ashary Nasution

09 Januari 2024

Terima Kasih informasi nya sangat bagus 👍👍

Balas

. 0

TA Herly Marwanto

04 Januari 2024

setuju

Balas

. 0

TA Herly Marwanto

04 Januari 2024

setuju

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Farraas A Muhdiar, M.Psi. M.Sc

Psikolog Klinis Anak & Remaja

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS