Mengubah Pola Hidup Setelah Menjadi Relawan

Dirilis

18 Juni 2021

Penulis

Tim Penulis Daya

Narasumber

Sherry Anastasya

Pekerjaan

Mahasiswi dan Aktivis Sosial

Sejak awal tahun 2020, virus SARS-CoV-2 atau yang biasa disebut virus corona menyerang seluruh belahan dunia. Virus baru yang menyerang sistem pernapasan ini meresahkan masyarakat karena dapat menular melalui droplet. Beragam informasi bohong atau hoaks bertebaran memenuhi laman media sosial kala itu yang membuat masyarakat semakin panik dalam menghadapi virus yang berasal dari Provinsi Wuhan, Tiongkok.

Saat sebagian besar orang memilih untuk menetap di rumah demi mencegah penularan virus corona, Sherry justru memutuskan untuk menjadi relawan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Jakarta melalui proses perekrutan relawan yang diselenggarakan oleh BUMN pada Juni dan September 2020. Sherry yang masih berstatus mahasiswa semester 7 Universitas Indonesia memiliki tanggung jawab akademis yang harus ia selesaikan, namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk tetap berkontribusi bagi kemanusiaan. Ia mendapatkan beasiswa dari sebuah lembaga yang memiliki harapan bagi para penerima beasiswa tersebut untuk aktif mengikuti kegiatan sosial dan menjadi bermanfaat. Bagi Sherry, dengan memberi diri sebagai relawan RSDC Wisma Atlet, ia membantu penanggulangan COVID-19 di Indonesia.

Selain itu, Sherry memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap penyakit yang saat ini menjadi pandemi di Indonesia. Ia merasa resah dengan banyaknya disinformasi yang beredar mengenai penyakit tersebut. Awalnya Sherry pun merasa takut untuk masuk ke dalam ‘sarang’ yang menjadi pusat isolasi pasien COVID-19 wilayah Jakarta dan sekitarnya. Setelah mendapat pelatihan selama dua minggu dari TNI yang bertugas di RSDC Wisma Atlet, Sherry menjadi mantap untuk menjalankan tugas di bagian dekontaminasi alat pelindung diri (APD).

“Bagian dekontaminasi itu bertugas untuk mendekontaminasi APD yang dipakai oleh tenaga kesehatan selepas mereka bertugas. Ada APD yang bisa digunakan kembali, ada juga yang hanya sekali pakai dan harus langsung dibakar,” tutur perempuan yang saat ini menempuh pendidikan jurusan gizi di Universitas Indonesia. Sherry juga menjelaskan bahwa selama bertugas di bagian dekontaminasi, sistem shifting membuat jam tidur tidak teratur. Ia harus menerima jadwal rotasi jaga delapan jam dalam sehari dengan pembagian jam 10.00-18.00, 18.00-02.00, dan 02.00-10.00. Ia juga harus menyelesaikan tugas kuliah magang dengan memberikan edukasi online di sela-sela waktu jaga tersebut.

Setelah satu bulan penuh menyelesaikan tugas di bagian dekontaminasi, Sherry kembali menjalankan aktivitas perkuliahan dan kegiatan sosial Gerakaan Makan Sehat Anak Sekolah (GEMASS) Indonesia yang bergerak di bidang peduli gizi anak. Kegiatan sosial tersebut dibawah naungan ikatan alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1987/1988. Namun akhir Agustus Sherry kembali mendapat panggilan untuk menjadi relawan di RSDC Wisma Atlet dan ditempatkan di bagian swab test. Jika saat didekontaminasi Sherry tidak kontak langsung dengan pasien, kali ini ia turut serta kontak dengan pasien yang dirawat di Wisma Atlet sebagai pencatat atau administrasi swab test. Sherry turut merasakan semangat para pasien yang berjuang untuk sembuh. Namun tak jarang juga ia mendapati pasien yang takut dan cemas saat hendak swab test karena sudah kesekian kalinya melakukan test tersebut. Bahkan Sherry sendiri pun cemas ketika harus menunggu hasil swab test selepas ia menyelesaikan tugas.

Setelah tuntas tugas sebagai relawan untuk yang kedua kalinya, Sherry kembali menjalankan aktivitas sebagai mahasiswa. Namun ada kebiasaan yang baru ia terapkan setelah pulang dari Wisma Atlet.

“Waktu di Wisma Atlet, semua relawan biasa olahraga lari pagi bersama tim dari TNI. Aku merasa kebiasaan ini harus aku terapkan setelah kembali ke rumah. Jadi sekarang aku dan Mama selalu lari pagi jam 5 atau jam 6 pagi, minimal 8 kilometer setiap hari,” ujar Sherry yang begitu bersemangat menceritakan kebiasaan barunya saat ini. Sherry juga bercerita bahwa usia ibunya yang sudah menginjak kepala lima justru lebih kuat berlari dibandingkan dirinya. Selain itu di kegiatan sosial GEMASS, ia sedang menjalankan proyek pembuatan buku menu/resep makanan sehat bagi anak-anak. Hal ini mendorong Sherry untuk menerapkan pola hidup sehat dari segi asupan makan dan aktivitas fisik.

Bagi Sherry, tidak ada hidup jika tidak berguna bagi sesama. Aktivitasnya selama bertugas di RSDC Wisma Atlet maupun saat membuat menu makanan sehat atau saat lari pagi, ia bagikan melalui media sosialnya untuk semakin meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya hidup sehat. Bagi Sherry, tindakan berbicara lebih keras dari ucapan itu sendiri, itulah sebabnya ia mau terus membagikan semangat positif untuk hidup sehat dan bermanfaat bagi orang lain.

Anda dapat bertanya seputar COVID-19 yang tepercaya dan langsung dari ahlinya di fitur Tanya Ahli. Salam sehat.

Penilaian :

5.0

4 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS