Dirilis

01 Januari 2023

Penulis

BTPN Mitra Bisnis

Di tengah menurunnya berbagai sektor industri perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19, sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 dengan kinerjanya yang masih menunjukkan pertumbuhan positif. Salah satu komoditas yang menjadi andalan dari hasil pertanian Indonesia adalah beras. Badan Pusat Statistika (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat stok beras nasional hingga akhir Desember 2020 sebanyak sebanyak 7.389.575 ton. BPS pun memproyeksikan produksi gabah kering giling (GKG) pada Januari-April 2021 sebesar 25,37 juta ton. Jumlahnya naik 26,68% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Impor Beras 

Sebelumnya, alasan Indonesia masih mengimpor beras ini disampaikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) bahwa selain untuk mengontrol harga beras agar tidak terjadi kenaikan yang tidak terkendali, stok beras Bulog berada di bawah 1 juta ton dan penyerapan Gabah Kering Giling (GBG) Bulog juga dinilai masih rendah. Sebelumnya pada bulan Februari 2021, persediaan beras pada Bulog hanya mencapai kisaran 800 ribu ton beras saja. Stok ini masih di bawah standar minimal stok yang telah ditetapkan oleh FAO, yang mana seharusnya persediaan beras di Indonesia berada di kisaran angka 1 – 1,5 juta ton beras. Tidak hanya itu, pandemi yang berkepanjangan dan pernyataan FAO mengenai adanya potensi krisis pangan. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah beranggapan bahwa impor beras tetap perlu dilakukan meskipun produksi diproyeksikan akan naik sebagai bentuk antisipasi. Meskipun sempat memiliki stok beras yang rendah, pada bulan Maret 2021 Bulog berhasil menembus angka stok beras hingga mencapai 1 juta ton dari penyerapan pada bulan Maret 2021 yang mencapai 200 ribu ton.

Sebelumnya, menanggapi adanya polemik impor beras ini, Bulog menyampaikan kendala yang dihadapinya mengenai produksi beras. Curah hujan yang tinggi merupakan alasan utama dari rendahnya penyerapan beras oleh Bulog, yang mana hal ini berpengaruh terhadap penurunan kualitas gabah. Ombudsman pun juga memberi komentar terkait hal ini dengan meminta Bulog untuk meningkatkan kembali serapan gabah dan untuk Pemerintah menunda impor beras karena sampai saat ini persediaan beras dianggap masih aman untuk memenuhi kebutuhan nasional bahkan meskipun akan ada Hari Raya Idul Fitri di bulan Mei 2021, mengingat saat ini stok beras yang tersedia di Bulog berhasil mencapai 1 juta ton beras. 

Polemik ini pun mulai mereda dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan impor beras tidak akan dilakukan hingga setidaknya bulan Juni 2021. Impor beras, meskipun Indonesia mampu memproduksi dengan jumlah yang besar, tetap perlu dilakukan untuk memenuhi tidak hanya konsumsi harian masyarakat, tetapi juga persediaan untuk menghadapi krisis pangan. Akan tetapi, impor perlu dilakukan dengan penuh perhitungan seperti jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi kebutuhan agar menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan petani Indonesia, karena karena produk beras impor dapat menekan harga jual. Selain itu, produksi beras Indonesia perlu diutamakan agar terserap oleh pasar agar tidak hanya tertampung di gudang penggilingan padi saja. 

Alasan impor beras dapat menganggu stabilitas harga beras dalam negeri adalah karena perbedaan harga beras impor terutama dari negara Vietnam dan juga Thailand yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan beras asal Indonesia. Beras asal Vietnam dan Thailand ini dijual dengan harga kisaran Rp8.700 – Rp9.000 saja, yang mana harga ini dianggap jauh di bawah harga eceran tertinggi (HET) beras di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 57 tahun 2017, HET beras medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi adalah Rp 9.450/kg. Sedangkan, untuk wilayah Sumatera selain Sumsel, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan, HET beras medium Rp 9.950/kg. Kemudian, untuk wilayah Maluku dan Papua, HET beras medium Rp 10.250/kg. Apabila harga beras impor dapat dijual dengan harga yang lebih murah, dikhawatirkan akan mengganggu harga pasar beras petani lokal yang bisa jatuh lagi harganya. Pasalnya, biaya produksi beras pada kedua negara tersebut juga lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi beras di Indonesia, sehingga negara tersebut dapat menjual beras dengan harga yang jauh lebih rendah.

Menurut Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria, berdasarkan perbandingan struktur biaya produksi beras di Asia, Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan Filipina, Cina, India, Thailand, dan Vietnam. Arif mengatakan, komponen termahal dari produksi beras domestik adalah biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Di samping itu juga, harga pupuk Indonesia hanya lebih murah dari India. Hal ini lah yang menimbulkan kekhawatiran petani domestik apabila keran impor beras dibuka tanpa memperhatikan kesejahteraan petani kedepannya. 

Baca Juga : Simak Cara Memulai Bisnis Importir Untuk Pemula

 

Impor Komoditas Pangan Lainnya 

Kekhawatiran akan impor beras pun tentunya berpengaruh pada komoditas pangan lainnya yang merupakan hasil pertanian Indonesia, terutama dengan akan adanya perayaan Hari Raya Lebaran yang akan meningkatkan permintaan berbagai komoditas. Kementan pun juga secara khusus menyatakan bahwa pada saat perayaan hari raya ini perlu adanya perhatian serius, karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pada saat Ramadhan dan Idul Fitri banyak disoroti perihal ketersediaan, kecukupan stok sampai fenomena lonjakan atau penurunan harga pangan yang dapat mengganggu ibadah selama bulan suci tersebut. Salah satu langkah yang diambil oleh Kementan adalah dengan mengoptimalisasi penyediaan pangan dalam negeri dan mempercepat proses impor untuk komoditas pangan yang belum terpenuhi. 

Salah satu komoditas yang perlu diimpor ini adalah gula. Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, mengungkapkan adanya impor gula sebanyak 680.000 ton gula mentah (raw sugar) yang telah dilakukan sejak awal tahun sebagai stok pegangan (idle capacity). Saat ini, sudah 148.000 ton yang digiling dan sebanyak 88.000 ton telah didistribusikan. Artinya baru sekitar satu per delapan dari total impor tersebut yang sudah dikeluarkan. Adapun gula konsumsi yang diimpor akan menjadi cadangan stok yang dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN). Kementan menyatakan, sebagian kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi melalui impor, terutama dalam menjaga stok untuk permintaan pada periode perayaan hari raya keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri. 

Kementan juga membuat prognosa untuk kebutuhan gula sepanjang periode Januari hingga Mei 2021 yang mana sementara stok gula dalam negeri diperkirakan sebesar 940.480 ton. Terdiri dari 804.685 ton limpahan stok tahun lalu dan 135.795 hasil produksi dalam negeri. Artinya, hingga akhir Mei 2021, stok gula Indonesia defisit sekitar 278.484 ton. Oleh sebab itu, kebutuhan ini dipenuhi dengan importasi gula untuk konsumsi. Meski demikian, pemerintah memutuskan untuk mengalokasikan impor gula sebanyak 646.944 ton sehingga diperkirakan stok gula pada akhir Mei 2021 menjadi surplus 368.460 ton. Berdasarkan data dari BPS, nilai impor gula sepanjang Januari-Februari 2021 mencapai 481,7 juta dollar AS. Angka ini 99,38% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Gula diimpor antara lain dari Australia, Brasil, dan India. 

Selain gula, terdapat juga komoditas kedelai yang memerlukan impor. Kebutuhan impor kedelai sepanjang 2021 diperkirakan mencapai 2,6 juta ton. Volume ini hanya mencakup kedelai untuk kebutuhan konsumsi (produksi tahu dan tempe) dan di luar kebutuhan bungkil kedelai untuk industri pakan. Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi mengatakan, volume kedelai yang akan masuk ke Tanah Air sampai Maret diperkirakan berjumlah 650.000 ton. Sebaliknya, produksi lokal diperkirakan hanya mencapai 28.754 ton dan kebutuhan sepanjang Januari hingga Maret 2021 menyentuh 778.180 ton. Dengan adanya tambahan impor ini dan stok awal tahun yang berjumlah 411.975 ton, total ketersediaan kedelai di Indonesia periode Januari hingga Maret 2021 diperkirakan berjumlah 1,09 juta ton.

Jika Anda pertanyaan terkait topik ini, silakan berkonsultasi secara gratis di Tanya Ahli. Daftarkan dulu diri Anda untuk akses penuh ke seluruh fitur Daya.id.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

1 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS